SURABAYA - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan kecakapannya dalam menyelesaikan kasus bisnis dengan berbagai permasalahan. Kali ini, tim mahasiswa ITS menggagas solusi untuk capai kelayakan finansial dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) guna menarik investor. Solusi ini dibarengi dengan pemberdayaan masyarakat lewat aplikasi Social Empowerment.
Ketua tim Rizki Amrizal menjelaskan, pada kasus ini timnya mendapatkan informasi bahwa terdapat produksi sampah sebanyak 12 ton per hari di Makassar. Meskipun begitu, terdapat beberapa keraguan dari para investor untuk PLTSa di sana mengenai kelayakan finansial dari pembangkit listrik tersebut. “Jadi di sini kita berusaha meyakinkan mereka (para investor, red) kalau berinvestasi di sini itu menguntungkan, ” jelasnya, Selasa (22/2/2022).
Baca juga:
Koramil 0824/02 Arjasa Bangun Mushola
|
Mahasiswa asal Bojonegoro ini menyebutkan, dari hasil analisis kelayakan finansial bersama timnya didapatkan bahwa nilai internal rate of return (IRR) yang merupakan tingkat keuntungan yang akan didapatkan dari investasi berada di angka 19, 9 persen. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan minimum attractive rate of return (MARR) yang berada di angka 6 persen.
Baca juga:
Kunjungan Konjen Australia ke RSUB
|
“Indikator IRR yang didapatkan ini jauh lebih tinggi hingga mencapai tiga kali lipat. Dari segi profit, sangat bisa meyakinkan investor, ” tuturnya.
Dalam mencapai tujuan tersebut, mahasiswa yang akrab disapa Amrizal ini bersama timnya mengajukan beberapa solusi. Solusi pertama yaitu mengalihkan proses pada pembangkit listrik dari proses pembakaran ke gasifikasi. Dengan peralihan ini, meskipun memiliki biaya yang lebih mahal, akan mengurangi emisi yang signifikan. “Kalau mesin pembakaran itu menghasilkan karbon monoksida yang tinggi, jika gasifikasi bisa berkurang drastis, ” ungkapnya.
Solusi kedua yaitu memberikan tipping fee kepada setiap PLTSa yang akan dibangun di Makassar. Tipping fee yang ditawarkan dari tim yang diberi nama Bilos ini adalah sebesar Rp 160 ribu. Kemudian, solusi ketiga, tim ini mengombinasikan antara electricity supply chain dengan green business supply chain. Dengan begini, pembangkit listrik tersebut akan mendapatkan pasokan sampah untuk terus beroperasi, sekaligus akan memberikan efek hijau pada lingkungan dengan memanfaatkan kembali sampah yang ada.
Solusi keempat yang diberikan yaitu pembuatan aplikasi terintegrasi dengan nama Social Empowerment. Aplikasi ini memiliki berbagai manfaat yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Tiga fitur utama dalam aplikasi ini yaitu transparansi informasi PLTSa, program hadiah, dan informasi lowongan pekerjaan. “Hadiah itu bisa seperti poin yang didapat setiap kali pengguna memberikan sampah ke PLTSa, ” ujar Amrizal.
Mahasiswa angkatan 2019 ini melanjutkan, Social Empowerment ini diusulkan dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya berbagai permasalahan melibatkan masyarakat sekitar PLTSa. Dengan adanya aplikasi yang memuat berbagai informasi krusial tersebut, diharapkan masyarakat sekitar akan terbantu dengan keberadaan pembangkit listrik tersebut.
Ide yang disusun dalam waktu tiga minggu ini dituangkan dalam karya tulis berjudul Optimalisasi Kelayakan PLTSa Makassar Menggunakan Electricity Supply Chain Management dengan Bantuan Aplikasi Social Empowerment untuk Pemberdayaan Masyarakat. Karya tulis ini pun digarap oleh Amrizal bersama dengan dua anggota timnya yakni Reyhan Hamdan Ibda’u Atma dan Muhammad Revanza Maulana.
Tak sia-sia, dengan bimbingan Dr Adithya Sudiarno ST MT IPM ASEAN Eng, tim ini telah berhasil raih juara 2 dalam Business Case Competition Constrain 2022 yang diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin, akhir Januari lalu. Yakni dengan menyisihkan 10 tim lainnya dalam kompetisi tersebut. (HUMAS ITS)
Reporter: Muhammad Miftah Fakhrizal